Created by : Forum Creative Crew "Forum Persaudaraan Mahasiswa Hindu Dharma Universitas Udayana "

Senin, 21 Juli 2008

Filosofi Dewa Ganesa

Ganesa (Sansekerta गणेश ganeṣa dengarkan) adalah dewa ilmu pengetahuan. Dalam pewayangan disebut Batara Gana, merupakan salah satu putra Batara Guru (Siwa). Gana diwujudkan berkepala gajah dan berbadan manusia. Dalam pewayangan ia tinggal di kahyangan istananya disebut Glugu Tinatar.

Ganesha atau Ganesa (Sansekerta गणेश ganeṣa dengarkan) adalah dewa ilmu pengetahuan. Dalam pewayangan disebut Batara Gana, Ganesha

Oleh orang-orang bijaksana, Ganesha diberi gelar Dewa pengetahuan, Dewa pelindung, Dewa penolak sesuatu yang buruk, Dewa keselamatan, dan lain sebagainya. Dalam ukiran-ukiran di candi, patung-patung dan lukisan, Beliau sering dilukiskan:

  • berkepala gajah
  • bertangan empat
  • berbadan gemuk
  • menunggangi tikus

Bermuka gajah melambangkan Dewa Ganesha sebagai perintang segala kesulitan, bagaikan gajah merintangi musuhnya dengan gading yang tajam dan belalai yang panjang. Bertangan empat melambangkan filsafat “empat jalan menuju kebahagiaan”. Berbadan gemuk sebagai lambang orang berbadan besar yang sanggup mengalahkan musuh-musuhnya. Dewa Ganesha menunggangi tikus sebab tikus melambangkan keragu-raguan dalam menghadapi suatu hal, maka dari itu Ganesha berusaha merintangi segala kesulitannya.

Mitologi tentang Dewa Ganesa

Kenapa Beliau berkepala gajah

Dalam kitab Siwa Purana dikisahkan, suatu ketika Dewi Parwati (istri Dewa Siwa) ingin mandi. Karena tidak ingin diganggu, ia menciptakan seorang anak laki-laki dan diberi nama Ganesa. Ia berpesan agar anak tersebut tidak mengizinkan siapapun masuk ke rumahnya selagi Dewi Parwati mandi dan hanya boleh melaksanakan perintah Dewi Parwati saja. Perintah itu dilaksanakan Ganesa dengan baik.

Alkisah Dewa Siwa hendak masuk ke rumahnya, namun Beliau tidak dapat masuk karena dihadang oleh anak kecil yang menjaga rumahnya. Ganesa melarangnya karena ia melaksanakan perintah Dewi Parwati. Dewa Siwa menjelaskan bahwa ia suami dewi Parwati dan rumah yang dijaga ganesa adalah rumahnya juga. Namun Ganesa tidak mau mendengarkan perintah Dewa Siwa, sesuai dengan perintah ibunya untuk tidak mendengar perintah siapapun.

Akhirnya Dewa Siwa kehabisan kesabarannya dan bertarung dengan Ganesa. Pertarungan amat sengit sampai akhirnya Dewa Siwa menggunakan Trisulanya dan memenggal kepala Ganesa.

Ketika dewi Parwati selesai mandi, ia mendapati putranya sudah tak bernyawa. Ia marah kepada suaminya dan menuntut agar anaknya dihidupkan kembali. Dewa Siwa tersadar akan perbuatannya dan ia menyanggupi permohonan istrinya.

Atas saran Dewa Brahma, Beliau mengutus abdinya, Gana, untuk memenggal kepala makhluk apapun yang dilihatnya pertama kali yang menghadap ke utara. Ketika turun ke dunia, Gana mendapati seekor gajah dengan kepala menghadap utara. Kepala gajah itu pun dipenggal untuk mengganti kepala Ganesa.

Akhirnya Ganesa dihidupkan kembali oleh Dewa Siwa dan sejak itu diberi gelar Dewa keselamatan. Menyelamatkan seseorang sebelum ia memulai pekerjaanya, dengan memuja-muja Beliau

sumber : www.tejasurya.com

Minggu, 08 Juni 2008

Posting Opini anda dan Artikel

bagi rekan-rekan yang ingin memposting artikel maupun opini dan tulisan-tulisan, perjalanan dalam seni dan budaya silakan posting atau kirim saja ke email kami di fpmhd_unud@yahoo.com, segala jenis tulisan yang berbau seni, budaya dan religi akan kami tayangkan di blog kami disini.
"no SARA"

Kamis, 05 Juni 2008

Saraswati

Hari Raya Saraswati bagi umat Hindu di Indonesia dirayakan setiap 210 hari sekali menurut kalender Jawa Bali, yakni pada setiap Saniscara Umanis Watugunung.

Arti Kata Sarasvati

Kata Sarasvati dalam bahasa Sanskerta dari urat kata Sr yang artinya mengalir. Sarasvati berarti aliran air yang melimpah menuju danau atau kolam.

Sarasvati dalam Veda

Di dalam RgVeda, Sarasvati dipuji dan dipuja lebih dari delapan puluh re atau mantra pujaan. Ia juga sering dihubungkan dengan pemujaan terhadap deva Visvedevah disamping juga dipuja bersamaan dengan Sarasvati.

Sarasvati dalam Susastra Hindu di Indonesia

Tentang Sarasvati di Indonesia telah dikaji oleh Dr. C. Hooykaas dalam bukunya Agama Tirtha, Five Studies in Hindu-Balinese Religion (1964) dan menggunakan acuan atau sumber kajian adalah tiga jenis naskah, yaitu: Stuti, Tutur dan Kakavin yang jumlahnya tidak terlalu banyak. Sarasvati di Bali dipuja dengan perantaraan stuti, stava atau stotra seperti halnya dengan menggunakan sarana banten (persembahan).

Apabila seorangpemangku melakukan pemujaan pada hari Sarasvati, ia mengucapkan dua bait mantra berikut :

Om Sarasvati namas tubhyam, varade kama rupini, siddhirambha karisyami, siddhir bhavantu mesada.

Pranamya sarya-devana ca, Paramatmanam eva ca, rupa siddhi prayukta ya,, Sarasvati (n) namamy aham.

(Sarasvati 1-2.)

Hanya Engkaulah yang menganugrahkan pengetahuan yang memberikan kebahagiaan. Engkau pula yang penuh keutamaan dan Engkaulah yang menjadikan segala yang ada.

Engkau sesungguhnya permata yang sangat mulia, Engkau keutamaan dari setiap istri yang mulia, Demikian pula tingkah laku seorang anak yang sangat mulia, karena kemuliaan-Mu pula semua yang mulia menyatu.

Om Sarasvati namotubhyam
varade kama rupini,
siddhirambha karisyami
siddhir bhavantu mesada
(Sarasvatistava I)

Om Hyang Vidhi dalam wujud-MU sebagai dewi Sarasvati, pemberi berkah, wujud kasih bagai seorang ibu sangat didambakan. Semogalah segala kegiatan yang hamba lakukan selalu berhasil atas karuniaMu
Pendahuluan

Berbagai usaha atau jalan yang terbentang bagi Umat Hindu untuk mendekatkan dirinya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Demikian pula Tuhan Yang Maha Esa yang sesungguhnya tidak tergambarkan dalam alam pikiran manusia, untuk kepentingan Bhakti, Tuhan Yang Maha Esa digambarkan atau diwujudkan dalam alam pikiran dan materi sebagai Tuhan Yang Berpribadi (personal God). Berbagai aspek kekuasaan dan keagungan Tuhan Yang Maha Esa dipuja dan diagungkan serta dimohon karunia-Nya untuk keselamatan dan kesejahteraan umat manusia.

Makna Penggambaran Dewi Saraswati

Tubuh dan busana putih bersih dan berkilauan. Didalam Brahmavaivarta Purana dinyatakan bahwa warna putih merupakan simbolis dari salah satu Tri Guna, yaitu Sattva-gunatmika dalam kapasitasnya sebagai salah satu dari lima jenis Prakrti. Ilmu pengetahuan diidentikan dengan Sattvam-jnanam.

Caturbhuja : memiliki 4 tangan, memegang vina (sejenis gitar), pustaka (kitab suci dan sastra), aksamala (tasbih) dan kumbhaja (bunga teratai). Atribut ini melambangkan : vina (di tangan kanan depan) melambangkan Rta (hukum alam) dan saat alam tercipta muncul nadamelodi (nada - brahman) berupa Om. Suara Om adalah suara musik alam semesta atau musik angkasa. Aksamala (di tangan kanan belakang) melambangkan ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan dan tanpa keduanya ini manusaia tidak memiliki arti. kainnya yang putih menunjukkanbahwa ilmu itu selalu putih, emngingatkan kita terhadap nilai ilmu yang murni dan tidak tercela (Shakunthala, 1989: 38).

Vahana. sarasvati duduk diatas bunga teratai dengan kendaraan angsa atau merak. Angsa adalah sejenis unggas yang sangat cerdas dan dikatakan memiliki sifat kedewataan dan spiritual. Angsa yang gemulai mengingatkan kita terhadap kemampuannya membedakan sekam dengan biji-bijian dari kebenaran ilmu pengetahuan, seperti angsa mampu membedakan antara susu dengan air sebelum meminum yang pertama. Kendaraan yang lain adalh seekor burung merak yang melambangkan kebijaksanaan (Shakunthala, 1989 : 38)..
Penutup

Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka Sarasvati di dalam Veda pada mulanya adalah dewi Sungai yang diyakini amat suci. Dalam perkembangan selanjutnya, Sarasvati adalah dewi Ucap, dewi yang memberikan inspirasi dan kahirnya ia dipuja sebagai dewi ilmu pengetahuan.

Perwujudan Dewi Saraswati sebagai dewi yang cantik bertangan empat dengan berbagai atribut yang dipegangnya mengandung makna simbolis bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah sumber ilmu-pengetahuan, sumber wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang terhimpun dalam kitab suci Catur Veda dan lain-lain menunjukkan bahwa simbolis tersebut memiliki nilai yang sangat tinggi dengan latar belakang filosofis yang sangat dalam.

Demikian semoga Ida Sang Hyang Widhi senantiasa memberikan waranugrahanya berupa inspirasi, kejernihan pikiran serta kerahayuan yang didambakan oleh setiap orang.

Om Sarve sukhino bhavantu, sarve santu niramayah, sarve bhadrani pasyantu, ma kascid duhkh bhag bhavet.

Ya Tuhan Yang maha Esa, anugrahkanlah semoga semuanya memperoleh keselamatan dan kebahagiaan. Semoga semuanya memperoleh kedamaian. Semoga semuanya memperoleh keutamaan dan semuanya terbebas dari segala duka dan penderitaan.

Om Santih, Santih, Santih, Om.

Sumber:
"Sarasvati : Dalam Veda dan Susastra Hindu", oleh: DR. I Made Titib, 1999-2000
www.parisada.org

Hari Raya Saraswati dari Segi Tattwa, Susila dan Upacara

  1. Tentang Tattwa:
    1. Etimologi.
      Saraswati terdiri dari kata : Saras; dan Wati.
      1. Saras berarti sesuatu yang mengalir, dan kecap atau ucapan.
      2. Wati berarti yang memiliki/ mempunyai. Jadi, Saraswati berarti : yang mempunyai sifat mengalir dan sebagai sumber ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan.
    2. Istilah.
      1. Dalam ajaran Tri Murti menurut Agama Hindu Sang Hyang Saraswati adalah Saktinya Sanghyang Brahman.
      2. Sang Hyang Saraswati adalah Hyang- Hyangning Pangaweruh
      3. Aksara merupakan satu- satunya Lingga Stana Sang Hyang Saraswati.
      4. Pengertian odalan Sang Hyang Saraswati.
        Hari Saniscara Umanis wuku Watu gunung adalah sebagai hari pemujaan turunnya ilmu pengetahuan bagi umat Hindu.

  2. Etika.
    1. Pemujaan Saraswati dilakukan sebelum tengah hari.
    2. Sebelum perayaan Saraswati, tidak diperkenankan membaca atau menulis.
    3. Bagi yang melaksanakan Brata Saraswati tidak diperkenankan membaca dan menulis selama 24 jam.
    4. Dalam mempelajari segala pangaweruh selalu dilandasi dengan hati Astiti kepada Hyang Saraswati, termasuk dalam hal merawat perpustakaan.

  3. Upakara.
    1. Tempat:
      Semua pustaka- pustaka keagamaan dan buku- Suku pengetahuan lainnya termasuk alat- alat pelajaran yang merupakan Lingga Stana Hyang Saraswati diatur dalam tempat yang layak untuk itu.
    2. Banten.
      Upakara Saraswati sekurang- kurangnya: Banten Saraswati, Sodaan Putih Kuning, dan canang selengkapnya.
    3. Kekuluh (tirta).
      Tirta yang dipergunakan hanya tirta Saraswati, diperoleh dengan jalan memohon ke hadapan Hyang Surya sekaligus merupakan tirta Saraswati, di tempat lingga Saraswati masing- masing.
    4. Pelaksanaan:
      1. Didahului dengan Menghaturkan penyucian, ngayabang aturan, muspa dan matirta.
      2. Upakara Saraswati Puja ditetapkan nyejer sampai keesokan harinya.
    5. Banyu pinaruh (pina wruh) Redite Paing Sinta.
      1. Asucilaksana.
        Di pagi hari umat asucilaksana (mandi, keramas dan berair kumkuman).
      2. Upakara.
        Diaturkan labaan nasi pradnyan, jamu sad rasa dan air kumkuman. Setelah diaturkan pasucian/ kumkuman labaan dan jamu, dilanjutkan dengan nunas kumkuman, muspa, matirta, nunas jamu dan labaan Saraswati/ nasi pradnyan barulah upacara diakhiri /
        lebar.

  4. Sanggraha Kosa. (Materi Penyangga).
    Hari Raya Saraswati dilengkapi dengan Sanggraha Kosa
    sebagai berikut:
    1. Lambang, berwujud wanita cantik bertangan empat dengan atribut- atribut cakepan genitri, wina, teratai di samping burung merak dan angsa.
    2. Padewasan.
      1. Dirayakan Hari Saraswati pada Saniscara Umanis Watugunung tampaknya mempunyai kaitan dengan mitologi pawukon, khususnya - Watugunung dan Sinta
      2. Untuk itu perlu didalami apa makna, hari- hari pada kedua wuku tersebut.
    3. Upakaranya.
      Bentuk, nama dan bahan upakara khusus dalam hubungan odalan Saraswati perlu didalami tentang arti dan maksudnya seperti : cecak, daun beringin, daun keraras, gilingan andong dan jamu.
    4. Keputusan: Pedoman kepustakaan dalam hubungannya dengan Saraswati antara lain:
      1. Tutur Aji Saraswati.
      2. Sundarigama.
      3. Medangkemulan.
      4. Purwaning Wariga
      sumber : babad bali

Jumat, 30 Mei 2008

Topik Diskusi dari FS Forum

Rame juga FS (friendster) FPMHD, ada yang sekedar menyapa, ucapan selamat dan lain sebagainya. ternyata temen2 di FS juga ada yang make buat ajang diskusi dalam segala hal termasuk politik, agama, budaya, isu dan lain-lain.
beberapa topik diskusi yang akan kami paparkan disini bisa dilihat seperti berikut :

yang ini dari Bli Ari yang merupakan mantan koordinator FPMHD-Unud :
"Om Swastyastu, Senang fs forum bisa rame lagi... Selamat FPMHD telah mengadakan diskusi tentang bhisama PHDI tentang kawasan suci. Selamat juga tirta yatra yg udah berjalan... Terus berkarya! Karena hidup adalah berkarya (haha, kayak iklannya soetrisno bachir yg lagi kebanyakan duit).. Ok, gmn tentang pilgub yang udah dekat ini guys?"

kalo yang ini dari Bli Adi yang juga pernah jadi pengurus di FPMHD :
"ngomongin PILGUB kayakne be bosan sajan ri, jani kan terserah kita dan pintar2 memilih. dari pandangan saya sendiri ri, ada dua calon yang saya akan pertimbangkan karena memang kapabilitasnya sudah terbukti dalam kenyataannya walopun ada kekurangan2nya karena mereka juga manusia hehe.. sebagai bahan pertimbangan saya, pertama ada calon yang menurut saya sudah sukses dalam pemerintahan terbukti dengan programnya di dalam pemerintahan yang mementingkan rakyat kecil dan menyentuh masyarakat bawah "kita pastilah tau siapa dia hehe". kedua ada calon juga yang telah teruji kapabilitasnya dalam hal keamanan, kalo tapi terkesan dia memutar balikkan keadaan sich hehe tapi sudah terbukti kualitasnya. nah itu aja gambaran dari saya semoga bisa dimaklumi deh. "satyam eva jayate".. hal2 tadi terlepas dari kekurangan2 yang dimiliki calon2 yg lain. yan adi blog"

baru itu ja sich hasil diskusinya, kita masih menunggu postingan dari temen-temen yang lain.

Pagerwesi sebagai benteng lahir dan bathin

Membangkitkan Daya Spiritual di Hari Pagerwesi

Sang Hyang Agni adalah sebutan Tuhan sebagai Guru dalam Vana Parwa, sedangkan dalam konsep Siwa Paksa Tuhan sebagai Guru disebut Sang Hyang Paramesti Guru yang khusus dipuja saat hari raya Pagerwesi. Sementara dalam sistem pemujaan leluhur Sang Hyang Atma sebagai guru dalam Vana Parwa menjadi sistem pemujaan Batara Hyang Guru di Kamulan dalam Hindu Siwa Paksa. Apa sesungguhnya makna hari raya Pagerwesi bagi umat Hindu?

==========================================================

Dalam Lontar Gong Wesi maupun Usana Dewa ada istilah Siwatma yang distanakan di Kamulan yang menjadi salah satu unsur Batara Hyang Guru. Pemujaan Sang Hyang Atma sebagai Batara Hyang Guru adalah pemujaan Guru yang ada dalam diri. Suara Sang Hyang Atma itu tiada lain adalah suara hati nurani. Berguru pada suara hati nurani itu adalah berguru pada Sang Hyang Atma yang masih bersemayam dalam diri.

Oleh karena itu pemujaan Sang Hyang Atma di Kamulan itu adalah untuk membangkitkan daya spiritual untuk berguru pada Tuhan dalam diri yang disebut Sang Hyang Atma. Sedangkan memuja Sang Hyang Paramesti Guru saat hari raya Pagerwesi dalam konsep Hindu Siwa Paksa adalah memuja Tuhan sebagai guru tertinggi di Bhuwana Agung. Pemujaan Batara Hyang Guru di Kamulan dan pemujaan Sang Hyang Paramesti Guru pada hari raya Pagerwesi adalah memuja Tuhan sebagai Guru di Bhuwana Alit dan Guru di Bhuwana Agung. Hal ini hendaknya dilakukan secara seimbang sebagai wujud beragama ke dalam diri (niwrti marga) dan beragama ke luar diri (prawrti marga).

Hari raya Pagerwesi sering diartikan oleh umat Hindu sebagai hari untuk memagari diri yang dalam bahasa Bali disebut magehang awak. Nama Tuhan yang dipuja pada hari raya ini adalah Sanghyang Pramesti Guru. Sanghyang Paramesti Guru adalah nama lain dari Dewa Siwa sebagai manifestasi Tuhan untuk melebur segala hal yang buruk. Dalam kedudukannya sebagai Sanghyang Pramesti Guru, beliau menjadi gurunya alam semesta terutama manusia. Hidup tanpa guru sama dengan hidup tanpa penuntun, sehingga tanpa arah dan segala tindakan jadi ngawur.

Hari raya Pagerwesi dilaksanakan pada hari Budha (Rabu) Kliwon Wuku Shinta. Hari raya ini dilaksanakan 210 hari sekali. Sama halnya dengan Galungan, Pagerwesi termasuk pula rerahinan gumi, artinya hari raya untuk semua masyarakat, yang beragama Hindu.

Dalam Lontar Sundarigama disebutkan: ''Budha Kliwon Shinta Ngaran Pagerwesi payogan Sang Hyang Pramesti Guru kairing ring watek Dewata Nawa Sanga ngawerdhiaken sarwatumitah sarwatumuwuh ring bhuana kabeh.'' Artinya: Rabu Kliwon Shinta disebut Pagerwesi sebagai pemujaan Sang Hyang Pramesti Guru yang diiringi oleh Dewata Nawa Sanga (sembilan dewa) untuk mengembangkan segala yang lahir dan segala yang tumbuh di seluruh dunia.

Pelaksanaan upacara/upakara Pagerwesi sesungguhnya titik beratnya pada para pendeta atau rohaniwan pemimpin agama. Dalam Lontar Sundarigama disebutkan: Sang Purohita ngarga apasang lingga sapakramaning ngarcana paduka Prameswara. Tengahiwengi yoga samadhi ana labaan ring Sang Panca Maha Bhuta, sewarna anut urip gelarakena ring natar sanggah. Artinya: Sang Pendeta hendaknya ngarga dan mapasang lingga sebagaimana layaknya memuja Sang Hyang Prameswara (Pramesti Guru). Tengah malam melakukan yoga samadhi, ada labaam (persembahan) untuk Sang Panca Maha Bhuta, segehan (terbuat dari nasi) lima warga menurut uripnya dan disampaikan di halaman sanggah (tempat persembahyangan).

Hakikat pelaksanaan upacara Pagerwesi adalah lebih ditekankan pada pemujaan oleh para pendeta dengan melakukan upacara Ngarga dan Mapasang Lingga. Tengah malam umat dianjurkan untuk melakukan meditasi (yoga dan samadhi). Banten yang paling utama bagi para Purohita adalah Sesayut Panca Lingga, sedangkan perlengkapannya Daksina, Suci Pras Penyeneng dan Banten Penek. Meskipun hakikat hari raya Pagerwesi adalah pemujaan (yoga samadhi) bagi para pendeta (Purohita) namun umat kebanyakan pun wajib ikut merayakan sesuai dengan kemampuan.

Banten yang paling inti perayaan Pagerwesi bagi umat kebanyakan adalah natab Sesayut Pagehurip, Prayascita, Dapetan. Tentunya dilengkapi Daksina, Canang dan Sodaan. Dalam hal upacara, ada dua hal banten pokok yaitu Sesayut Panca Lingga untuk upacara para pendeta dan Sesayut Pageh Urip bagi umat kebanyakan.

Di India, umat Hindu memiliki hari raya yang disebut Guru Purnima dan hari raya Walmiki Jayanti. Upacara Guru Purnima adalah hari raya pemujaan untuk Guru suci yang ditekankan pada pemujaan pada Resi Vyasa berkat jasa beliau mengumpulkan dan mengkodifikasi kitab suci Weda. Resi Vyasa pula yang menyusun Itihasa Mahabharatha dan Purana. Putra Bhagawan Parasara itu pula yang mendapatkan wahyu tentang Catur Purusartha yaitu empat tujuan hidup yang kemudian diuraikan dalam kitab Brahma Purana.

Berkat jasa-jasa Resi Vyasa itulah umat Hindu setiap tahun merayakan Guru Purnima dengan mengadakan persembahyangan atau istilah di India melakukan puja untuk keagungan Resi Vyasa dengan mementaskan berbagai episode tentang Resi Vyasa. Resi Vyasa diyakini sebagai adiguru loka yaitu gurunya alam semesta.

Sementara Walmiki Jayanti dirayakan setiap bulan Oktober pada hari Purnima. Walmiki Jayanti adalah hari raya untuk memuja Resi Walmiki yang amat berjasa menyusun Ramayana sebanyak 24.000 sloka. Ke-24.000 sloka Ramayana itu dikembangkan dari Tri Pada Mantra yaitu bagian inti dari Savitri Mantra yang lebih populer dengan Gayatri Mantra.

Ke-24 suku kata suci dari Tri Mantra itulah yang berhasil dikembangkan menjadi 24.000 sloka oleh Resi Walmiki berkat kesuciannya. Sama dengan Resi Vyasa, Resi Walmiki pun dipuja sebagai adiguru loka yaitu mahagurunya alam semesta. Ini artinya pemujaan Batara Hyang Guru di Kamulan dan Sang Hyang Paramesti Guru pada hari raya Pagerwesi dalam tradisi Hindu Siwa Paksa memiliki makna yang sama dan searah dengan Guru Purnima dan Walmiki Jayanti dalam sistem pemujaan Guru dalam tradisi Hindu di India. Agama Hindu itu kemasan budaya luarnya berbeda tetapi isinya sama.

oleh : Yan Adi

Jumat, 18 April 2008

TENTANG BABAD

Agak sulit mendefinisikan apa arti babad. Tetapi dalam hati kita tahu maknanya. Itu yang penting. Babad adalah mengenai leluhur. Ada tentang kepahlawanan, ada kejayaan, ada kegetiran, ada pengkhianatan, ada sejarah, ada silsilah, ada epos, berpadu menjadi satu. Secara pokok tidak lepas dari kiprah para leluhur di masa lalu. Jadi untuk apa berpanjang kata mendefinisikannya?

Ada kesan sumbang membicarakan babad. Konon karena isinya dapat dibelokkan ke arah yang negatif. Bukankah tidak hanya babad yang dapat di'rekayasa'. Sejarah, kontrak, surat, perjanjian, undang- undang, berita, segalanya dapat dibelak-belokkan, kalau mau. Kemudian untuk apa kita dianugerahi akal budi, kalau tidak dapat menyikapi hal demikian?

Oleh karena itu, babad adalah babad. Nilai luhur di balik babad tidak ternilai besarnya apabila kita dapat menggunakan kebijakan kita dalam menyerap sarinya. Ambil misalnya silsilahnya. Catatan yang lengkap dari genealogy dan penyebaran keturunan yang lengkap adalah kekayaan khas kita. Mungkin tiada duanya di dunia. Karena orang Bali seperti kita ini dididik untuk memuliakan leluhur. Banyak nilai religius yang terkait di dalamnya. Hidup kita tidak akan tenang sebelum kita tahu persis berasal dari siapa dan dari mana kita hadir menghamba Ida Hyang Widhi di bumi.

Berbahagialah kita memiliki dan menyimpan babad dalam hati. Tidak berbeda dengan cara kita memahami agama, secara miniatur, babad bukanlah susunan kata- kata mati. Tetapi ibarat kembang gula, telah terkulum di dalam mulut, basah oleh liur kita dan dibelai oleh lidah kita, barulah bisa kita nikmati sarinya. Bukan pula kemasannya yang perlu. Tetapi bagaimana kita menikmatinya dengan sepenuh indra dan hati kita.

dikutip dari babad bali

Senin, 07 April 2008

Om Swastiastu, Salam perkenalan buat rekan-rekan semua

Kami dari FPMHD Unud atau Forum Persaudaraan Mahasiswa Hindu Dharma Universitas Udayana merupakan organisasi muda Hindu yang bersifat sosial religus yang menampung aspirasi-aspirasi dari mahasiswa hindu yang berada di Universitas Udayana pada khususnya dan seluruh Indonesia pada umumnya. saat ini kami bertempat di sekretariat FPMHD Unud Jl. Puputan II Blok B3 No. 5 Renon, Denpasar, Phone (0361) 7452615. bagi rekan-rekan mahasiswa hindu dimanapun berada kita bisa berdiskusi di mailing list kami.
FPMHD Unud Mailing List