Created by : Forum Creative Crew "Forum Persaudaraan Mahasiswa Hindu Dharma Universitas Udayana "

Jumat, 23 Januari 2009

TENTANG SIWARATRI BAGIAN 2

sumber : iloveblue.com

SIWA RATRI, JALAN PENDAKIAN MENUJU PEMBEBASAN

Hari suci Siwa Ratri datang setahun sekali, yaitu pada hari ke-14 paro gelap bulan ketujuh (panglong ping 14 sasih kapitu). Tahun 2004 ini Siwa Ratri jatuh pada Selasa (20/1) kemarin. Umat Hindu pada hari suci itu melaksanakan brata Siwa Ratri yaitu jagra (melek), upawasa (puasa) dan monabrata (mengendalikan perkataan). Namun, sesungguhnya dalam perayaan ritual itu secara khusus diadakan upacara mengaturkan punia kepada para pandita dan masyarakat luas. Lalu apa sesungguhnya hakikat Siwa Ratri dikaitkan dengan konteks kekinian?

==========================

Dalam buku ''Memahami Makna Siwa Ratri'' karangan IBG Agastia disebutkan ada sejumlah sumber Sansekerta memuat uraian tentang Siwa Ratri yaitu Siwa Purana, Skanda Purana, Garuda Purana, dan Padma Purana. Sementara sumber Jawa Kuno juga memuat tentang Siwa Ratri yakni Kekawin Siwa Ratrikalpa -- yang dalam kehidupan masyarakat lebih dikenal dengan sebutan Kekawin Lubdaka karya Mpu Tanakung. Karya sastra kekawin ini ternyata bersumber dari Padma Purana.

Agastia dalam buku itu mengatakan Kekawin Siwaratrikalpa dikarang oleh Mpu Tanakung pada zaman Majapahit akhir, kuartal ketiga abad ke-15. Dengan demikian karya sastra ini tak ada hubungannya dengan Ken Arok, sebagaimana dituduhkan sementara peneliti bahwa dengan menulis Kekawin Siwaratrikalpa, Mpu Tanakung ingin meligitimasi kedudukan Ken Arok sebagai raja, yang semula adalah seorang pembunuh, perampok dan seterusnya.

Melalui kekawin itu, Mpu Tanakung menceritakan kisah seorang papa, si Lubdaka, yang karena melaksanakan brata Siwa Ratri pada malam Siwa yang suci, akhirnya mendapat anugerah Batara Siwa. ''Melalui kekawin itu Mpu Tanakung sesungguhnya telah menguraikan aspek-aspek filsafat agama, tata susila agama dan upacara agama menurut ajaran Siwa yang dapat dipakai pedoman dalam kehidupan umatnya,'' katanya dalam buku tersebut.

Siwa Ratri mengandung ajaran penyadaran diri manusia tentang dari mana semua makhluk ini berasal, semua makhluk hidup berkembang dan kemudian ke mana mereka lebur. Selanjutnya dengan akal sehat, sebagaimana disiratkan dalam kitab suci, menemukan dirinya sendiri untuk menjawab apakah realitas tertinggi yang menjadi tujuan dan asal-muasal itu ada. Jika ada kerinduan dalam diri kita untuk mendekatkan diri dengan Yang Tertinggi (Tuhan), itu pertanda bekerjanya Yang Tertinggi dalam pikiran dan hati kita.

Lewat Perjuangan Tokoh

Kitab-kitab susastra kemudian menuangkan kesadaran itu lewat ''perjuangan'' para tokoh dalam karya tersebut, seperti sang Arjuna dalam Kekawin Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa dan Lubdaka dalam Kekawin Siwaratrikalpa karya Mpu Tanakung. Arjuna setelah melakukan tapa brata yoga semadi akhirnya mendapat anugerah senjata Pasupati (Cadusakti), sedangkan Lubdaka setelah melaksanakan brata Siwa Ratri mendapat anugerah Asta Guna Anima Hyang Siwa.

Di sini tampak bahwa Hyang Siwa adalah jiwa seru sekalian alam adalah juga asal dan tujuan akhir manusia. Yoga adalah jalan untuk kembali kepada-Nya. Dengan demikian Siwa Ratri merupakan malam yang penuh kesucian (nirmala). Umat manusia dengan melewati jalan itu memfokuskan seluruh pikirannya kepada Siwa, penguasa jagat raya. Renungan tentang Siwa Ratri memang memerlukan pendalaman dengan pemekaran rasa. Pembacaan karya-karya suci, pemujaan dengan sloka-sloka oleh para pandita menjadi sangat penting dalam perayaan Siwa Ratri.

Brata Siwa Ratri itu terdiri atas monabrata yakni mengendalikan kata-kata, upawasa atau puasa dan jagra atau melek. Umat mengadakan pemujaan dan pemusatan pikiran terhadap Siwa sebagai penguasa alam semesta. Brata adalah pelaksanaan ajaran terpenting dalam agama Hindu. Dalam Kekawin Siwa Ratrikalpa disebutkan si pemburu atau si papa dengan melaksanakan brata yang utama, papanya akan lebur. Padma Purana dengan tegas menyebutkan Siwa Ratri adalah malam peleburan kepapaan atau pembebasan manusia dari kepapaan. Jadi, pelaksanaan brata Siwa Ratri dapat dikatakan sebagai jalan pendakian menuju pembebasan.

Siwa Ratri juga disebut dalam sumber-sumber Eropa. Brata Zuiverasiri (Siwa Ratri) dilakukan pada bulan Februari dikaitkan dengan kisah seorang pemburu bernama Beri. Karena kemalaman di hutan, Beri naik ke atas pohon cuola (bilwa). Semalaman ia memetik daun itu yang tanpa disadari telah melemparkannya ke Zuivelingga (Siwalingga) yang ada di bawah pohon itu. Akhirnya sang pemburu, Beri, mendapat anugerah dari Ixora (Iswara). Itu berarti cerita pemburu yang mendapat anugerah Siwa telah jauh tersebar. Kisah seperti ini bersumber pada kitab-kitab Sansekerta. Di Indonesia (Bali), kisah itu dituangkan dalam Kekawin Siwaratrikalpa dalam bahasa Jawa Kuno, lanjut diadaptasi dalam naskah-naskah kuno.

Tidak ada komentar: